Skizofrenia, suatu kondisi psikotik yang mempengaruhi area fungsi tertentu seperti berpikir, berkomunikasi, menerima, menafsirkan realitas, merasakan dan menunjukkan emosi serta penyakit kronis yang ditandai dengan pikiran tidak teratur, delusi, halusinasi, dan perilaku aneh, adalah salah satu gangguan mental. gangguan dengan prevalensi tinggi di seluruh dunia (Rhoads, 2011 dalam Pardede, 2019).
Skizofrenia ditandai oleh distorsi dalam berpikir, persepsi, emosi, bahasa, rasa diri, dan perilaku. Pengalaman umum termasuk halusinasi (mendengar suara-suara atau melihat hal yang tidak nyata) dan delusi (keyakinan tetap yang salah).
Tanda – Gejala
Menurut Hawari (2018), gejala-gejala skizofrenia dapat dibagi dalam 2 (dua) kelompok yaitu gejala positif dan gejala negatif, sebagai berikut :
Gejala positif skizofrenia
Gejala positif merupakan gejala yang mencolok, mudah dikenali, menganggu keluarga dan masyarakat serta merupakan salah satu motivasi keluarga untuk membawa pasien berobat (Hawari, 2018).
Gejala-gejala positif yang diperlihatkan pada pasien skizofrenia yaitu:
- Delusi atau waham, yaitu suatu keyakinan yang tidak rasional (tidak masuk akal). Meskipun telah dibuktikan secara obyektif bahwa keyakinan itu tidak rasional, namun pasien tetap meyakini kebenarannya.
- Halusinasi, yaitu pengalaman panca indera tanpa rangsangan (stimulus). Misalnya pasien mendengar suara-suara atau bisikan-bisikan di telinganya padahal tidak ada sumber dari suara atau bisikian itu.
- Kekacauan alam pikir, yang dapat dilihat dari isi pembicaraannya. Misalnya bicaranya kacau, sehingga tidak dapat diikuti alur pikirannya.
- Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, bicara dengan semangat dan gembira berlebihan, yang ditunjukkan dengan perilaku kekerasan.
- Merasa dirinya “orang besar”, merasa serba mampu, serba hebat dan sejenisnya.
- Pikiran penuh dengan ketakutan sampai kecuringaan atau seakan-akan ada ancaman terhadap dirinya.
- Menyimpan rasa permusuhan.
- Gejala negatif skizofrenia
Gejala Negatif Skizofrenia
Gejala negatif skizofrenia merupakan gejala yang tersamar dan tidak menggangu keluarga ataupun masyarakat, oleh karenanya pihak keluarga seringkali terlambat membawa pasien berobat (Hawari, 2018). Gejala-gejala
negatif yang diperlihatkxsd[an pada pasien skizofrenia yaitu:
- Alam perasaan (affect) “tumpul” dan “mendatar”. Gambaran alam perasaan ini dapat terlihat dari wajahnya yang tidak menunjukkan ekspresi.
- Isolasi sosial atau mengasingkan diri (withdrawn) tidak mau bergaul atau kontak dengan orang lain, suka melamun (day dreaming).
- Kontak emosional amat “miskin”, sukar diajak bicara, pendiam.
- Pasif dan apatis, menarik diri dari pergaulan sosial.
- Sulit dalam berpikir abstrak.
- Pola pikir stereotip.
Jenis – Jenis Skizofrenia
Kraeplin (dalam Maramis, 2009) membagi skizofrenia menjadi beberapa jenis. Penderita digolongkan ke dalam salah satu jenis menurut gejala utama yang terdapat padanya. Akan tetapi batas- batas golongan-golongan ini tidak jelas, gejala-gejala dapat berganti-ganti atau mungkin seorang penderita tidak dapat digolongkan ke dalam satu jenis. Pembagiannya adalah sebagai berikut:
Skizofrenia paranoid
Jenis skizofrenia ini sering mulai sesudah mulai 30 tahun.Permulaanya mungkin subakut, tetapi mungkin juga akut. Kepribadian penderita sebelum sakit sering dapat digolongkan schizoid. Mereka mudah tersinggung, suka menyendiri, agak congkak dan kurang percaya pada orang lain.
Skizofrenia hebefrenik
Permulaanya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada masa remaja atau antara 15 – 25 tahun.
Gejala yang mencolok adalah gangguan proses berpikir, gangguan kemauan dan adanya depersonalisasi atau double personality. Gangguan psikomotor seperti mannerism, neologisme atau perilaku kekanak-kanakan sering terdapat pada skizofrenia heberfrenik, waham dan halusinasinya banyak sekali.
Skizofrenia katatonik
Timbulnya pertama kali antara usia 15 sampai 30 tahun, dan biasanya akut serta sering didahului oleh stresemosional. Mungkin terjadi gaduh gelisah katatonik atau stupor katatonik.
Gejala yang penting adalah gejala psikomotor seperti:
- Mutisme, kadang-kadang dengan mata tertutup, muka tanpa mimik, seperti topeng, stupor penderita tidak bergerak sama sekali untuk waktu yang sangat lama, beberapa hari, bahkan kadang-kadang beberapa bulan.
- Bila diganti posisinya penderita menentang.
- Makanan ditolak, air ludah tidak ditelan sehingga terkumpul di dalam mulut dan meleleh keluar, air seni dan feses ditahan.
- Terdapat grimas dan katalepsi.
- Skizofrenia simplex
Sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama pada jenis simplex adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berpikir biasanya sukar ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali ditemukan.
Skizofrenia residual
Jenis ini adalah keadaan kronis dari skizofrenia dengan riwayat sedikitnya satu episode psikotik yang jelas dan gejala-gejala berkembang kea rah gejala negative yang lebih menonjol. Gejala negative terdiri dari kelambatan psikomotor, penurunan aktivitas, penumpukan afek, pasif dan tidak ada inisiatif, kemiskinan pembicaraan, ekspresi nonverbal yang menurun, serta buruknya perawatan diri dan fungsi sosial
Pohon Masalah
Videbeck (2008) menyatakan bahwa skizofrenia dapat disebabkan oleh 2 faktor, yaitu:
Faktor Predisposisi
Faktor resiko yang menjadi sumber terjadinya stres yang mempengaruhi tipe dan sumber individu dalam menghadapin stres biologis, psikologis dan sosial budaya.
- Faktor Biologis
Terbagi menjadi beberapa faktor, yaitu:
Faktor Genetika
Faktor genetik adalah faktor utama pencetus dari skizofrenia.Anak yang memiliki satu orang tua biologis penderita skizofrenia tetapi diadopsi pada saat lahir oleh keluarga tanpa riwayat skizofrenia masih memiliki resiko genetik dari orang tua biologis mereka.Hal ini dibuktikan dengan penelitian bahwa anak yang memiliki satu orang tua penderita skizofrenia memiliki resiko 15%; angka ini meningkat sampai 35% jika kedua orang tua biologis menderita skizofrenia (Videbeck, 2008).
Faktor neuroanatomi
Penelitian menunjukkan bahwa individu penderita skizofrenia memiliki jaringan otak yang relatif lebih sedikit; hal ini dapat memperlihatkan suatu kegagalan perembangan atau kehilangan jaringan selanjutnya. Computerized Tomography (CT Scan) menunjukkan pembesaran ventrikel otak dan atrofi korteks otak. Pemeriksaan Positron Emission Tomography (PET) menunjukkan bahwa ada penurunan oksigen dan metabolisme glukosa pada struktur korteks frontal otak.Riset secara konsisten menunjukkan penurunan volume otak dan fungsi otak yang abnormal pada area temporal dan frontal individu penderita skizofrenia (Videbeck, 2008).
Daerah otak yang mendapatkan banyak perhatian adalah sistem limbik dan ganglia basalis. Otak pada penderita skizofrenia terlihat sedikit berbeda dengan orang normal, ventrikel terlihat melebar, penurunan massa abu-abu dan beberapa area terjadi peningkatan maupun penurunan aktivitas metabolik. Pemeriksaan mikroskopis dan jaringan otak ditemukan sedikit perubahan dalam distribusi sel otak yang timbul pada massa prenatal karena tidak ditemukannya sel glia, biasa timbul pada trauma otak setelah lahir (Prabowo, 2014).
Faktor Neurokimia
Penelitian neurokimia secara konsisten memperlihatkan adanya perubahan sistem neurotransmitters otak pada individu penderita skizofrenia.Pada orang normal, sistem switch pada otak bekerja dengan normal.Sinyal-sinyal persepsi yang datang dikirim kembali dengan sempurna tanpa ada gangguan sehingga menghasilkan perasaan, pemikiran, dan akhirnya melakukan tindakan sesuai kebutuhan saat itu.Pada otak penderita skizofrenia, sinyal-sinyal yang dikirim mengalami gangguan sehingga tidak berhasil mencapai sambungan sel yang dituju (Yosep, 2016). - Faktor Psikologis
Skizofrenia terjadi karena kegagalan dalam menyelesaikan perkembangan awal psikososial sebagai contoh seorang anak yang tidak mampu membentuk hubungan saling percaya yang dapat mengakibatkan konflik intrapsikis seumur hidup.Skizofrenia yang parah terlihat pada ketidakmampuan mengatasi masalah yang ada. Gangguan identitas, ketidakmampuan untuk mengatasi masalah pencitraan, ketidakmampuan untuk mengontrol diri sendiri juga merupakan kunci dari teori ini (Stuart, 2013). - Faktor Sosiokultural dan Lingkungan
Faktor sosiokultural dan lingkungan menunjukkan bahwa jumlah individu dari sosial ekonomi kelas rendah mengalami gejala skizofrenia lebih besar dibandingkan dengan individu dari sosial ekonomi yang lebih tinggi.Kejadian ini berhubungan dengan kemiskinan, akomodasi perumahan padat, nutrisi tidak memadahi, tidak ada perawatan prenatal, sumber daya untuk menghadapi stress dan perasaan putus asa.
Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi merupakan faktor pencetus terjadinya masalah gangguan jiwa. Faktor presipitasi dari skizofrenia antaralain sebagai berikut :
- Biologis
Stressor biologis yang berbuhungan dengan respons neurobiologis maladaptif meliputi : gangguan dalam komunikasi dan putaran umpan balik otak yang mengatur mengatur proses balik informasi, abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus (Stuart, 2013). - Lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang ditentukan secara biologis berinteraksi dengan stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan pikiran (Stuart, 2013). - Pemicu gejala
Pemicu merupakan prekursor dan stimuli yang sering menimbulkan episode baru suatu penyakit. Pemicu yang biasanya terdapat pada respon neurobiologis maladaptif yang berhubungan dengan kesehatan, lingkungan, sikap, dan perilaku individu (Stuart, 2013)
Pemeriksaan Penunjang
Menurut NANDA, 2015 Pemeriksaan Penunjang pada Skizofrenia adalah :
- Pemeriksaan Psikologi: Pemeriksaan Psikiatri, dan Pemeriksaan Psikometri.
- Pemeriksaan lain jika diperlukan : Darah rutin, Fungsi hepar, Faal ginjal, Enzim hepar, EKG, CT Scan, EEG
Diagnosa Keperawatan
- Halusinasi
- Waham D.0105
- Resiko Perilaku Kekerasan D.0146
- Perilaku Kekerasan D.0146
- Resiko Bunuh Diri D.0135
- Isolasi Sosial D.0121
- Harga Diri Rendah Kronis D.0101
- Defisit Perawatan Diri D.0109
Penatalaksanaan Skizofrenia
Menurut (Videbeck, 2018) Penatalaksanaan skizofrenia terbagi menjadi dua terapi medis dan terapi keperawatan, pada terapi keperawatan terdapat penatalaksanaan sebagai berikut
Terapi lingkungan
Aktivitas atau kelompok yang direncanakan seperti permainan kartu, menonton dan mendiskusikan sebuah film, atau diskusi informal memberikan pasien kesempatan untuk membicarakan peristiwa atau isu ketika pasien tenang.
Terapi kelompok
Pada terapi kelompok, pasien berpartisipasi dalam sesi bersama dalam kelompok individu. Para anggota kelompok bertujuan sama dan diharapkan memberi kontribusi kepada kelompok untuk membantu yang lain dan juga mendapat bantuan dari yang lain. Peraturan kelompok ditetapkan dan harus dipatuhi oleh semua anggota kelompok. Dengan menjadi anggota kelompok, pasien dapat mempelajari cara baru memandang masalah atau cara koping atau menyelesaikan masalah dan juga membantunya mempelajari keterampilan interpersonal yang penting.
Terapi Keluarga
Terapi keluarga adalah bentuk terapi kelompok yang mengikutsertakan pasiendan anggota keluarganya. Tujuannya ialah memahami bagaimana dinamika keluarga memengaruhi psikopatologi klien, memobilisasi kekuatan dan sumber fungsional keluarga, merestrukturisasi gaya perilaku keluarga yang maladaptive, dan menguatkan perilaku penyelesaian masalah keluarga.
Terapi individu
Psikoterapi individu adalah metode yang menimbulkan perubahan pada individu dengan cara mengkaji perasaan, sikap, cara pikir, dan perilakunya. Dimana terapi ini mempunyai hubungan personal antara pasien dan ahli terapi. Tujuan dari terapi individu yaitu memahami diri dan perilaku mereka sendiri, membuat hubungan personal, memperbaiki hubungan interpersonal, atau berusaha lepas dari sakit hati atau ketidakbahagiaan. Salah satu terapi yang dapat diberikan kepada pasien yaitu terapi musik instrumental.
Sumber dan Rujukan
Hawari, D. (2018). Pendekatan Holistik pada Gangguan Jiwa Skizofrenia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Maramis. (2018). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press.
Nanda. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017
Pardede, J. A., Keliat, B. A., & Yulia, I. (2015). Kepatuhan dan Komitmen KlienSkizofrenia Meningkat Setelah Diberikan Acceptance And Commitment Therapy dan Pendidikan Kesehatan Kepatuhan Minum Obat. Jurnal Keperawatan Indonesia, 18(3), 157-166.
Videbeck, S. L. (2018). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.