Lompat ke konten
Home » Perawatan Luka Bakar

Perawatan Luka Bakar

Sebelum melakukan perawatan luka bakar, perlu diperhatikan kembali mengenai topik materi yang harus diketahui oleh kita sebagai perawat. Diantaranya :

  1. Anatomi fisiologi kulit
  2. Patofisiologi luka bakar
  3. Prisnsip-prinsip penyembuhan luka
  4. Prinsip-prinsip infeksi (Universal precaution: teknik cuci tangan bersih, penggunaan handscone, masker, topi, baju steril, teknik bersih dan aseptik)
  5. Faktor penyebab infeksi
  6. Cara mengatasi nyeri
  7. Teknik memandikan pasien luka bakar

Pre Hospital

Penyebab Api

Saat seseorang terbakar dengan api, kecenderungan alami mereka adalah merasa panik dan mencoba untuk berlari mencari air. Namun, tindakan ini dapat memperbesar api karena udara yang dihirup oleh korban akan memicu penyebaran api akibat angin. Oleh karena itu, tindakan pertama yang harus dilakukan adalah menghentikan api (stop), kemudian jauhkan korban dari sumber api (drop), dan terakhir gulingkan korban (roll) di atas permukaan untuk memadamkan api yang menempel pada pakaian atau tubuhnya. Segera tutup korban dengan menggunakan karung basah atau kain basah untuk memadamkan api dan mencegah luka bakar lebih lanjut1.

Penyebab Bahan Kimia

Untuk kasus luka bakar akibat bahan kimia atau benda dingin, langkah pertama yang harus diambil adalah segera membilas area yang terkena dengan air yang sangat banyak dan jauhkan bahan kimia atau benda dingin tersebut. Pada cedera kimia, semua pakaian harus dilepas dan bagian yang terkena luka harus dibilas dengan air dalam jumlah yang sangat banyak untuk menghilangkan zat kimia yang terkena.

Penyebab Sengatan Listrik

Untuk cedera akibat sengatan listrik, korban harus dipindahkan dari sumber arus listrik menggunakan benda yang tidak menghantarkan listrik untuk mengamankan penolong. Matikan sumber listrik dan bawa korban luka bakar dengan menggunakan selimut basah pada area yang terkena. Pakaian yang terbakar, meleleh, ikat pinggang, dan perhiasan harus dilepas sebelum memulai perawatan, karena mereka dapat menahan panas dan menyebabkan luka bakar yang lebih dalam.

Penting untuk dicatat bahwa proses pendinginan hanya efektif selama 15 menit, sehingga jika bantuan medis tiba setelah 15 menit, upaya pendinginan dapat menjadi tidak efektif.

Selain itu, hindari membawa korban luka bakar dengan area terbuka karena hal ini dapat menyebabkan kehilangan cairan tubuh melalui proses evaporasi yang meningkat dan menyebabkan dehidrasi. Korban luka bakar biasanya akan diberikan analgetik oleh tenaga medis, seperti antalgin, aspirin, asam mefenamat, atau morfin, sesuai dengan kebutuhan dan penilaian medis.

Primary Survey

Primary survey adalah proses evaluasi cepat yang dilakukan oleh petugas pertolongan pertama atau tim medis untuk menilai dan mengatasi kondisi medis yang mengancam jiwa secara langsung pada korban kecelakaan atau cedera serius. Lakukan tindakan sebagai berikut:2

Airway

Biasanya, jalur napas biasanya tidak terganggu. Namun, dalam keadaan ekstrim, jalur napas dapat terganggu, misalnya karena paparan panjang dalam ruangan yang tertutup yang sangat panas sehingga mempengaruhi jalur napas. Menghirup gas atau partikel karbon yang terbakar dalam jumlah banyak juga dapat mengganggu jalur napas. Awalnya, penyumbatan jalur napas mungkin tidak total, sehingga dapat terdengar suara stridor atau crowing. Jika hal ini menyebabkan sesak napas yang parah, terutama jika monitor saturasi oksigen menunjukkan kurang dari 95%, ini merupakan indikasi mutlak untuk segera melakukan intubasi. Jika obstruksi parsial ini dibiarkan, dapat menyebabkan kematian pada pasien.

Breathing

Gangguan pernapasan yang muncul dengan cepat dapat disebabkan oleh:

  • Inhalasi partikel-partikel panas yang menyebabkan proses pembengkakan dan edema pada saluran napas yang sangat kecil. Penanganan yang agresif diperlukan untuk mengatasi sesak napas yang terjadi.
  • Keracunan CO (Karbon Monoksida), asap, dan api yang mengandung CO. Jika seseorang berada dalam ruangan tertutup yang terbakar, kemungkinan terkena keracunan CO cukup tinggi. Diagnosa keracunan CO sulit dilakukan, terutama sebelum pasien tiba di rumah sakit. Tanda-tanda kulit yang merah terang mungkin belum terlihat. Meskipun demikian, pulse oximeter dapat menunjukkan tingkat saturasi oksigen yang cukup normal, meskipun pasien mengalami sesak napas. Jika terduga terjadi keracunan CO, penanganan awalnya adalah memberikan oksigen 100% dengan menggunakan masker non-rebreathing, dan jika perlu dilakukan ventilasi tambahan dengan BVM (Bag Valve Mask) yang dilengkapi dengan reservoir oksigen.

Circulation

Kulit yang terbuka akan mengakibatkan penguapan air berlebihan dari tubuh, yang dapat menyebabkan dehidrasi. Meskipun proses dehidrasi biasanya terjadi secara perlahan, pemasangan infus pada luka bakar yang melibatkan lebih dari 15% luas permukaan tubuh merupakan indikasi yang penting. Jumlah cairan yang diberikan biasanya dihitung menggunakan rumus Baxter atau formula Parkland, yang memperhitungkan luas luka bakar serta kebutuhan cairan untuk penggantian yang sesuai. Ini penting untuk mengatasi dehidrasi dan menjaga keseimbangan cairan dalam tubuh pasien.

Rumus Baxter3

Rumus Baxter digunakan untuk menghitung kebutuhan cairan pada pasien dengan luka bakar. Berikut adalah penjelasan mengenai rumus tersebut:
Total cairan yang dibutuhkan dihitung dengan rumus:

4 cc x berat badan x luas luka bakar

50% dari total cairan diberikan dalam 8 jam pertama, dan sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya.
Sebagai contoh, untuk pasien dengan berat badan 50 kg dan luas luka bakar 20%, penghitungannya adalah sebagai berikut: 50 x 20 x 4 cc / 24 jam = 4000 / 24 jam.
Jadi, kebutuhan cairan pasien tersebut adalah 4000 cc selama 24 jam.
Oleh karena itu, pemberian cairan dalam 8 jam pertama adalah 2000 cc (4 kolf), dan sisanya 2000 cc (4 kolf) diberikan dalam 16 jam berikutnya.

Penting untuk dicatat bahwa rumus ini hanya sebagai acuan awal dalam penanganan luka bakar. Ada banyak faktor yang tidak dapat diperhitungkan dalam rumus ini, seperti kedalaman luka bakar yang lebih dalam yang dapat mengakibatkan kehilangan cairan yang lebih banyak. Oleh karena itu, penilaian jumlah produksi urin setiap jam (30-50 cc/jam pada orang dewasa) juga penting untuk menilai kebutuhan cairan secara tepat.

Jika masa pre-hospital singkat, pemasangan foley catheter mungkin tidak diperlukan. Namun, dalam situasi di mana masa pre-hospital berlangsung lama, pemasangan foley catheter diperlukan untuk memantau produksi urin pasien. Pasien juga harus ditutup dengan selimut yang tidak melekat atau berbulu untuk mencegah hipotermia.

Monitoring Resusitasi Cairan

  • Awasi produksi urin setiap jam
    Dewasa: 0,5 cc/kgbb/jam (30 – 50 cc/jam)
    Anak: 1 cc/kgbb/jam
  • Oliguria
    Berhubungan dengan sistemik, vaskular resistance dan produksi cardiac output
  • Haemochromogenuria (red pigmented urin) lazimnya luka bakar akibat listrik.
  • Blood pressure
  • Heart rate
  • Hematokrit dan hemoglobin menurun (eritrosit rusak akibat luka bakar)

Secondary Survey

Secondary survey adalah tahap evaluasi lebih lanjut yang dilakukan setelah primary survey pada pasien dengan luka bakar atau cedera serius. Berikut adalah beberapa langkah yang dilakukan dalam secondary survey:

Anamnesis

Penting untuk mengumpulkan informasi secara teliti tentang kejadian yang menyebabkan luka bakar. Seringkali, selain luka bakar, dapat ditemukan juga cedera lain yang disebabkan oleh upaya melarikan diri dari api dalam keadaan panik, dll.

Pemeriksaan dari ujung rambut hingga ujung kaki (head to toe)

 Bila memungkinkan, perlu dilakukan pemeriksaan menyeluruh dari kepala hingga kaki. Bila ditemukan kelainan, tindakan pertolongan yang sesuai harus diberikan. Namun, perawatan terhadap luka bakar harus dilakukan dengan hati-hati, misalnya dengan menutupnya dengan kain bersih atau membilasnya dengan air mengalir.

Catatan:

Di daerah dengan iklim dingin, penggunaan air dingin untuk membersihkan luka bakar harus dihindari karena dapat menyebabkan hipotermia pada pasien.

Tidak disarankan untuk memecahkan bulae atau vesikula.

Perawatan luka secara tertutup:

  1. Luka dibersihkan, debride, dan diberi desinfektan dengan larutan savlon 3:1, kemudian dibilas dengan air steril.
  2. Luka ditutup dengan tulle.
  3. Diberikan topikal silver sulfadiazine (SSD).
  4. Luka ditutup dengan kassa steril tebal atau elastic bandage. Luka akan dibuka pada hari ke-5, kecuali jika terdapat tanda infeksi, maka akan dilakukan debridement total di kamar operasi.

Pemeriksaan laboratorium:

  1. Darah lengkap (DPL).
  2. Albumin.
  3. RFT (Renal Function Test) dan LFT (Liver Function Test).
  4. Elektrolit, HCO3.
  5. Blood urea nitrogen.
  6. Urinalisis.
  7. Foto thoraks.
  8. Analisis Gas Darah (AGD) untuk trauma inhalasi.
  9. Karboksihemoglobin.
  10. EKG (Elektrokardiogram) untuk trauma listrik.

Pemilihan Terapi Tatalaksana Luka Bakar

Komponen pengobatan:

Beta-sitosterol, Bacailin, Berberine
Memiliki efek analgesik (penghilang rasa sakit), antiinflamasi (anti-peradangan), dan antiinfeksi pada luka, serta mampu mengurangi pembentukan jaringan parut.

Komponen Nutrisi:

Amino acid, fatty acid, dan amylose.
Memberikan nutrisi yang diperlukan untuk regenerasi dan perbaikan kulit yang terbakar.

Efek pengobatan:

  • Menghilangkan nyeri pada luka bakar.
  • Mencegah perluasan nekrosis (kematian jaringan).
  • Mengeluarkan jaringan nekrotik dengan meliquefaksinya.
  • Menciptakan lingkungan lembab pada luka, yang diperlukan selama penyembuhan jaringan kulit yang tersisa.
  • Mengontrol infeksi dengan menciptakan suasana yang tidak cocok untuk pertumbuhan bakteri, bukan dengan membunuh bakteri.
  • Merangsang pertumbuhan sel regeneratif potensial (PRCs) dan sel induk untuk penyembuhan luka dan mengurangi pembentukan jaringan parut.
  • Mengurangi kebutuhan akan graft kulit.

Alur Kerja Penanganan Luka Bakar

Earlier Period (1-6 Hari)
Blister di pungsi, kulitnya dibiarkan utuh. Beri MEBO pada luka setebal 0,5-1 mm. Ganti dan beri lagi MEBO tiap 6 jam hari ke 3 kulit penutup bulla diangkat.

Liquefaction Period (6-15 Hari)
Angkat zat cair yang timbul di atas luka bersihkan dengan kasa, beri mebo lagi setebal 1 mm.

Preparative Period (10-21 Hari)
Bersihkan luka seperti sebelumnya beri MEBO dengan kete- balan 0,5-1 mm ganti dan beri lagi MEBO tiap 6 – 8 jam.

Kontrol Rasa Sakit

Rasa sakit merupakan masalah signifikan bagi pasien dengan luka bakar selama proses penyembuhan. Pada luka bakar yang melibatkan jaringan epidermis, rasa sakit dan ketidaknyamanan biasanya dirasakan. Kehilangan lapisan pelindung kulit, yaitu epidermis, membuat ujung-ujung saraf lebih sensitif terhadap rangsangan.

Pada luka bakar derajat II, rasa sakit biasanya sangat terasa, sedangkan pada luka bakar derajat III atau IV yang lebih dalam, rasa sakitnya sudah tidak terasa atau hanya sedikit. Ketika rasa sakit muncul, tubuh bereaksi dengan peningkatan katekolamin, yang mengakibatkan peningkatan denyut jantung, tekanan darah, dan frekuensi pernapasan. Hal ini juga dapat menyebabkan penurunan kadar oksigen dalam darah, berkeringat, flushing pada wajah, dan dilatasi pupil. Pasien biasanya mengalami rasa sakit terutama saat melakukan perawatan luka, prosedur operasi, atau terapi rehabilitasi.

Dalam mengendalikan rasa sakit, terapi farmakologi dan non-farmakologi digunakan. Terapi farmakologi biasanya melibatkan penggunaan obat golongan opioid dan NSAID. Anestesi lokal seperti ketamin dan nitrous oxide (N2O) sering digunakan untuk prosedur yang sangat menyakitkan seperti saat mengganti balutan. Kadang-kadang, obat psikotropika seperti anksiolitik, tranquilizer, dan antidepresan juga digunakan. Penggunaan benzodiazepin bersama opioid harus diawasi karena dapat menyebabkan ketergantungan dan mengurangi efek dari opioid tersebut.

Permasalahan Pasca Luka Bakar

Setelah proses penyembuhan luka, masalah yang timbul berikutnya adalah berkembangnya jaringan parut yang dapat menyebabkan cacat berat. Kontraktur kulit dapat mengganggu fungsi tubuh, menyebabkan kekakuan sendi, atau menimbulkan cacat estetik yang signifikan, sehingga seringkali memerlukan bantuan dari ahli psikologi untuk memulihkan kepercayaan diri pasien.

Beberapa masalah yang ditakuti pada luka bakar meliputi:

  1. Infeksi dan sepsis, yang dapat menyebabkan komplikasi serius dan memperburuk kondisi pasien.
  2. Oliguria dan anuria, yang mengindikasikan masalah pada fungsi ginjal dan dapat mengganggu keseimbangan cairan dalam tubuh.
  3. Edema paru, akibat dari penumpukan cairan di dalam paru-paru, yang dapat menyebabkan kesulitan bernapas dan mengancam nyawa.ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome), kondisi paru-paru yang parah dan mengancam jiwa yang terjadi akibat kerusakan paru-paru.Anemia, yang dapat terjadi akibat kehilangan darah yang signifikan selama kejadian luka bakar.Kontraktur, yaitu penarikan jaringan parut yang menyebabkan kekakuan dan pembatasan gerakan pada area yang terkena luka bakar.
  4. Kematian, merupakan risiko terburuk yang mungkin terjadi pada kasus luka bakar yang parah, terutama jika tidak ditangani dengan tepat dan cepat.

Nutris Untuk Pasien Luka Bakar

Orang yang mengalami luka bakar memerlukan asupan nutrisi yang berbeda dari orang normal dan orang dengan penyakit lainnya, karena trauma luka bakar menyebabkan metabolisme tubuh menjadi berlebihan. Untuk mencapai hasil yang memuaskan dalam penanganan awal pasien luka bakar, diperlukan tindakan resusitasi yang agresif, termasuk pemberian nutrisi, pengendalian infeksi, dan penutupan luka bakar yang cepat. Makanan yang masuk ke dalam usus dapat melindungi lapisan lendir dari usus kecil dari kerusakan akibat kelaparan dan luka bakar.

Luka pada lapisan lendir dapat memungkinkan bakteri yang biasanya berada dalam usus untuk masuk ke dalam darah dan menyebabkan infeksi bakteri gram-negatif yang berpotensi fatal, seperti sepsis pada pasien luka bakar. Kebutuhan kalori pada pasien luka bakar dapat dihitung sekitar 25-30 kalori per kilogram berat badan menggunakan metode “Rule of Thumb” untuk mencegah overfeeding yang dapat membahayakan pasien. Kalori ini sebaiknya diperoleh dari asupan makronutrien yang seimbang, yaitu:
– Karbohidrat sekitar 30-40% dari total kalori, dengan batasan tidak lebih dari 5 mg per kilogram berat badan.
– Protein sekitar 1-2 gram per kilogram berat badan.
– Lemak sekitar 15-25 gram per hari.

Diet diberikan dalam bentuk Nutrisi Enteral Dini (NED) selama 8 jam setelah trauma menggunakan selang naso-gastrik (NGT). Zat-zat lain yang berperan dalam sistem metabolisme adalah:
– Antioksidan
– Vitamin C dengan dosis 500-1000 mg per hari.
– Vitamin E dengan dosis 100-400 IU per hari.
– Vitamin A dan β-karoten dengan dosis 10.000 IU per hari.

Pasien dengan luka bakar luas, yang mencapai lebih dari 10% pada anak-anak dan lebih dari 20% pada dewasa, sering mengalami ileus intestinal, terutama jika resusitasi cairan dilakukan terlambat. Oleh karena itu, penggunaan Selang Naso-gastrik (NGT) menjadi sangat penting untuk mencegah aspirasi dan muntah. Namun, jika bising usus kembali terdengar, pemberian makanan harus segera dilakukan. Pasien luka bakar membutuhkan dua kali lipat energi dibandingkan dengan kebutuhan normal setiap harinya. Energi ini dapat diberikan melalui suplementasi makanan atau dalam bentuk susu jika perlu.

Pasien yang dapat makan dengan pola diet normal bisa diberikan tambahan telur dan produk susu untuk meningkatkan asupan protein. Pemberian susu skim dengan kandungan protein tinggi (200 gram per liter) dapat dipertimbangkan. Campuran susu dengan es krim, telur, dan glukosa juga bisa diberikan untuk memenuhi kebutuhan kalori dan protein pada pasien.

Jika pasien memiliki luka bakar luas dan tidak dapat makan secara normal, penggunaan NGT diperlukan. Saat memberikan makanan melalui NGT, posisi kepala tempat tidur harus diangkat hingga 30 derajat. Pemantauan berat badan dan bising usus harus dilakukan secara rutin untuk mendeteksi perubahan setelah pemberian diet. Jika pasien tidak mampu mengonsumsi makanan dalam porsi penuh, pemberian camilan di antara waktu makan bisa dipertimbangkan.

Karena risiko tinggi terjadinya ulkus lambung pada pasien luka bakar, penggunaan inhibitor pompa proton dan antagonis H2 menjadi sangat penting untuk melindungi mukosa lambung mereka.

Edukasi Pasca Perawatan di Rumah Sakit

Berikan edukais pada pasien dan keluarga mengenai perawatan luka bakar secara mandiri di rumah, serta dukungan psikologis untuk kesembuhan pasien.

  1. Perawatan luka: Berikan edukasi pada keluarga cara perawtaan luka yang baik dan benar sebelum dipulangkan, sehingga keluarga dapat melakukannya sendiri di rumah. Berikan perhatian untuk mengganti balutan luka secara teratur sesuai kebutuhan.
  2. Pemantauan infeksi: keluarga harus dapat mengetahui tanda – tanda infeksi pada luka, agar dapat mengambil keputusan yang tepat untuk mengkonsultasikan kembali dengan petugas kesehatan.
  3. Pengendalian nyerI: edukasi relaksasi nafas dalam dan terapi medis sesuai aturan untuk menurunkan nyeri.
  4. Nutrisi yang baik: Pastikan pasien dan keluarga mengetahui asupan nutrisi yang seimbang dan cukup untuk mempercepat proses penyembuhan. Seperti halnya: makanan kaya protein, vitamin, dan mineral.
  5. Hidrasi: Perlu perhatian khusus untuk menjaga keseimbangan tubuh pada pasien dengan luka bakar dengan minum air yang cukup.
  6. Perawatan kulit: sarankan untuk menjaga area luka tetap bersih dan kering, serta hindari paparan  langsung matahari dan bahan kimia yang dapaat mengiritasi kulit.
  7. Terapi Fisik: Ada beberapa pasien yang memerlukan rawat bersama dengan bagian rehabilitasi medik. Ikuti arahan program rehabilitasi medik untuk  mengembalikan fungsi tubuh yang terpengaruh oleh luka bakar.
  8. Dukungan Psikologis: Berikan dukungan emosional dan bantuan psikologis kepada pasien karena pemulihan dari luka bakar dapat menjadi pengalaman yang menantang secara emosional.
  9. Rencana Tindak Lanjut: Edukasi juga untuk jadwal kontrol dan program lainnya sesuai rencana perawatan pasien.


Sumber dan Rujukan

  1. Tholib AM. Tatalaksana Dasar Luka Bakar, Disertai Contoh Asuhan Keperawatan Sesuai: SDKI, SIKI & SLKI. Trans Info Media ↩︎
  2. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/555/2019 Tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Luka Bakar.; 2019. https://yankes.kemkes.go.id/unduhan/fileunduhan_1610415947_843237.pdf ↩︎
  3. Australia and New Zealand Burn Association (ANZBA). Emergency Management of Severe  Burns (EMSB). Presented at: 2013; Australia. ↩︎

Tempat Diskusi

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *